PENDAHULUAN
Pelayanan
kesehatan pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama
dimana setiap rumah sakit bertanggung gugat terhadap penerima jasa
pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan yang
diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa
pelayanan tersebut. Disamping itu, penekanan pelayanan kepada kualitas
yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan biaya yang dapat
dipertanggung-jawabkan (Prof. Elly Nurachmah, 2001).
Dengan
demikian, semua pemberi pelayanan ditekan untuk menurunkan biaya
pelayanan namun kualitas pelayanan dan kepuasan klien sebagai konsumen
masih tetap menjadi tolak ukur (“benchmark”) utama keberhasilan
pelayanan kesehatan yang diberikan (Miloney, 2001).
Para
penerima jasa pelayanan kesehatan saat ini telah menyadari hak-haknya
sehingga keluhan, harapan, laporan, dan tuntutan ke pengadilan sudah
menjadi suatu bagian dari upaya mempertahankan hak mereka sebagai
penerima jasa tersebut. Oleh karena itu industri jasa kesehatan menjadi
semakin merasakan bahwa kualitas pelayanan merupakan upaya kompetentif
dalam rangka mempertahankan eksistensi pelayanan tersebut.
Selayaknya
industri jasa pelayanan menaruh perhatian besar dan menyadari bahwa
kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan ditentukan pula oleh
kualitas berbagai komponen pelayanan termasuk keperawatan dan sumber
daya manusianya.
Kegiatan
pelayanan keperawatan berkualiatas telah dimulai sejak seorang perawat
Muslim pertama yaitu Siti Rufaida pada jaman Nabi Muhammad S.A.W selalu
berusahan memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa
membedakan apakah kliennya kaya atau miskin.
Demikian
pula Florence Nightingale pada tahun 1858, telah berupaya memperbaiki
kondisi pelayayanan keperawatan yang diberikan kepada serdadu pada
perang Krimen. Dengan terjadinya perubahan diberbagai aspek kehidupan
keperawatan pada saat ini telah berkembang menjadi suatu profesi yang
memiliki keilmuan unik yang menghasilkan peningkatan minat dan perhatian
diantara anggotanya dalam meningkatkan pelayanannya.
Tim
pelayanan keperawatan memberikan pelayanan kepada klien sesuai dengan
keyakinan profesi dan standar yang ditetapkan. Hal ini ditujukan agar
pelayanan keperawatan yang diberikan senantiasa merupakan pelayanan yang
aman serta dapat memenuhi kebutuhan dan harapan klien.
Asuhan
keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan
keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh
para perawat dalam memperlihatkan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki
oleh perawat dalam memperlihatkan haknya untuk memberikan asuhan yang
manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etika profesi
keperawatan yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian,
perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan keperawatan
yang telah diberikan.
Proses
keperawatan digunakan untuk membantu perawat melakukan praktik
keperawatan secara sistematis dalam memecahkan masalah keperawatan. Dengan
menggunakan metode ini, perawat dapat mendemonstrasikan tanggung gugat
dan tanggung jawab pada klien, sehingga kualitas praktik keperawatan
dapat ditingkatkan.
Proses
keperawatan memberikan kerangka yang dibutuhkan dalam asuhan
keperawatan kepada klien, keluarga dan komunitas, serta merupakan metode
yang efisien dalam membuat keputusan klinik, serta pemecahan masalah
baik aktual maupun potensial dalam mempertahankan kesehata
A. PENGERTIAN TENTANG PROSES KEPERAWATAN
Sebelum menyusun suatu asuhan keperawatan
yang baik, kita harus memahami langkah langkah dari proses keperawatan.
Proses perawatan merupakan suatu metode bagi perawat untuk Memberikan
asuihan keperawatan kepada klien. Beberapa pengertian proses kaparawatan
adalah sebagai berikut Suatu metoda pemberian asuhan keperawatan yang sistematis dan rasional (Kozier, 1991).
Metoda
pemberian asuhan keperawatan yang terorganisir dan sistematis, berfokus
pada respon yang unik dari individu terhadap masalah kesehatan yang
actual dan potensial (Rosalinda,1986). Suatu
aktifitas yang dinamika dan berkelanjutan yang meliputi interaksi
perawat klien dan proses pemecahan masalah (Schultz dan Videbeck).
Proses
keperawatan bukan hanya sekedar pendekatan sistematik dan terorganisir
melalui enam langkah dalam mengenali masalah-masalah klien, namun
merupakan suatu metode pemecahan masalah baik secara episodic maupun
secara linier. Kemudian dapat dirumuskan diagnosa keparawatannya, dan
cara pemecahan masalah.
B. PENGERTIAN PROSES KEPERAWATAN
Banyak
pakar telah merumuskan definisi dari proses keperawatan (Weitzel,
Marriner, Murray, Yura, Herber, dll). Secara umum dapat dikatakan bahwa
proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis, dalam
melakuan asuhan keperawatan pada individu, kelompok dan masyarakat yang
berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dari respn pasien
terhadap penyakitnya (Tarwoto & Wartonah, 2004). Atau :
1. Proses keperawatan adalah :
1. Suatu
pendekatan sistematis untuk mengenal masalah-masalah pasien dan
mencarikan alternatif pemecahan masalah dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pasien.
2. Merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam memperbaiki dan meningkatkan kesehatan pasien sampai ke tahap maksimum.
3. Merupakan pendekatan ilmiah
4. Terdiri
dari 4 tahap : pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Atau,
ada pula yang menterjemahkannya ke dalam 5 tahap : pengkajian,
perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
C. KARAKTERISTIK PROSES KEPERAWATAN
1. Tujuan : proses keperawatan mempunyai tujuan yang jelas melalui suatu tahapan dalam meningatkan kualitas asuhan keperawatan.
2. Sistematik
: menggunakan suatu pendekatan yang terorganisir untuk mencapai suatu
tujuan-meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan menghindari masalah
yang bertentangan dengan tujuan pelayanan kesehatan / keperawatan.
3. Dinamik
: proses keperawatan ditujukan dalam mengatasi masalah-masalah
kesehatan lien yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Proses
keperawatan ditujukan pada suatu perubahan respon klien yang
diidentifikasi melalui hubungan antara perawat dan klien.
4. Interaktif : dasar hubungannya adalah hubungan timbal balik antar perawat, klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
5. Fleksibel : dapat diadopsi pada praktik keperawatan dalam situasi apapun dan bisa digunakan secara berurutan.
6. Teoritis
: setiap langah dalam proses keperawatan selalu didasarkan pada suatu
ilmu yang luas, khususnya ilmu dan model keperawatan yang berlandaskan
pada filosofi keperawatan dan ditekankan pada aspek : humanisti,
holistik dan care.
Selain pendapat tersebut, Kozier menyebutkan bahwa proses keperawatan mempunyai sembilan karakteristik antara lain:
1. Merupakan sistem yang terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari klien, keluarga, kelompok dan komunitas.
2. Bersifat siklik dan dinamis, karena semua tahap-tahap saling berhubungan dan berkesinambungan.
3. Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individual dan spesifik untuk memenuhi kebutuhan klien.
4. Bersifat interpersonal dan kolaborasi.
5. Menggunakan perencanaan.
6. Mempunyai tujuan.
7. Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam memikirkan jalan keluar menyelesaikan masalah keperawatan.
8. Menekankan pada umpan balik, dengan melakukan pengkajian ulang dari masalah atau merevisi rencana keperawatan.
9. Dapat
diterapkan secara luas. Proses keperawatan menggunakan kerangka kerja
untuk semua jenis pelayanan kesehatan, klien dan kelompok.
Demikian
juga dengan Craven dan Hirnle (2000), menurutnya proses keperawatan
sebagai pedoman untuk praktek keperawatan profesional, mempunyai
karakteristik:
1. Merupakan kerangka kerja dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga dan masyarakat.
2. Teratur dan sistematis.
3. Saling tergantung.
4. Memberikan pelayanan yang spesifik kepada individu, keluarga, dan masyarakat.
5. Berpusat pada klien, menggunakan klien sebagai suatu kekuatan.
6. Tepat untuk diterapkan sepanjang jangka waktu kehidupan.
7. Dapat dipergunakan dalam semua keadaan.
Sedangkan
Taylor (1993) menyatakan bahwa proses keperawatan bersifat sistematis,
dinamis, interpersonal, berorientasi kepada tujuan dan dapat dipakaii
pada situasi apapun.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa proses keperawatan adalah suatu cara
menyelesaikan masalah yang sistematis dan dinamis serta bersifat
individual untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien sebagai manusia yang
bersifat unik, dan menekankan pada kemampuan pengambilan keputusan oleh
perawat sesuai dengan kebutuhan klien.
D. TEORI YANG MELANDASI PROSES KEPERAWATAN
1. Teori Sistem
Terdiri
dari suatu kerangka kerjayang berhubungan dengan keseluruhan
social,manusia,stuktur dan masalah-masalah organisasi serta perubahan
hubungan internal dan lingkungan sekitarnya.
Komponen system: input,proses dan output. Hubungan antara teori system dan proses keperawatan Input
dan proses adalah suatu kumpulan data hasil pengkajian serta masalah
yang ditemukan,disusun suatu rencana dan tindakan keperawatan yang
tepat.dan menjelaskan hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan. Feedback
adalah suatu proses dimana informasi tentang system output
dikomsumsikan kembali pada system agat dpat di evaluasi dan member
arahdalam pengkajian ulan dalam menentukantindakan selanjutnya.
2. Teori KDM
Teori
ini memandang manusia sebagai bagian integral yang 1 sama lain dalam
memenuhi kebutuhan dasar:fisiologi,keamanan,kasih saying,harga
diri,aktualisasi diri ( MASLOW) Peran perawat adalah memenuhi KDM dan
tercapainya kepuasan dagi diri sendiri dan klien.
3. Teori Persepsi
Masalah
kesehatan yang samaakanmenimbulkan masalah keperawatanyang
berbedakarena persepsi kedua klien tersebut .Terjadinya perubahandalam
pemenuhan KDM sangat dipengaruhi oleh persepsi individu.
4. Teori informasi dan komunikasi
Perawat
harus mengetahui komunikasi yang baik agar mudah menerapkan proses
keperawatan,hasil dari penerapan proses keperawatan yang member kepuasan
pada klien dan dirinya sendiri akan diinfrmasikan dengan akurat dan
tepat.
5. Teori Pengambilan Keputusan dan Penyelesaian masalah
Setiap
tindakan yang dilakukan dengan benar selalu melibatkan proses
pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah klien.tujuan tersebut
hanya dapat tercapai apabila perawat menyusun langkah langkah
pengambilan keputusan melalui tahapan proses keperawatan.
Salah
satu tujuan dari keperawatan adalah menyelesaikan masalah yang dihadapi
klien. Melaui pendekatan proses keperawatan masalah-masalah yang
dihadapi dapat diidentifikasi secara tepat dan keputusan dapat diambil
secara akurat.
E. SEJARAH PERKEMBANGA PROSES KEPERAWATAN
Proses
keperawatan mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Perawat
yang dididik sebelum tahun tersebut pada umumnya belum mengenal proses
keperawatan karena kurikulum di pendidikan belum mengajarkan metode
tersebut. Proses keperawatan mulai dikenal di pendidikan keperawatan
Indonesia yaitu dalam Katalog Pendidikan Diploma III Keperawatan yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 1984. Diluar negeri istilah
proses keperawatan diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Lidya Hall, dan
sejak tahun tersebut para pakar keperawatan mendiskripsikan proses
keperawatan secara bervariasi.
Pada
awal perkembangannya, proses keperawatan mempunyai tiga tahap, kemudian
empat tahap dan pada saat ini proses keperawatan mempunyai lima tahap.
Proses lima tahap pertama diperkenalkan pada tahun 1967 oleh Western
Interstate Commision of Higher Education (WICHE) yang meliputi:
persepsi, komunikasi, interpretasi, intervensi, dan evaluasi. Pada tahun
yang sama para staf pengajar,Yura.H dan Walsh di Catholic University of
American mangusulkan metode empat tahap, meliputi: pengkajian,
perencanaan, intervensi dan evaluasi (Craven & Hirnle, 2000). Pada
tahun 1973, American Nurse’s Association (ANA) menerbitkan standars of
Nursing Practice dan juga National Council of State Boards of Nursing (
1982 ) yang terdiri dari lima tahap, meliputi: pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Kozier et al.,
1995).
Proses
keperawatan terus berkembang dan kemudian istilah Nursing Diagnosis
mulai diperkenalkan dalam literatur-literatur keperawatan. Pada tahun
1973, Gebbie dan Levin dari St.Louis University School of Nursing
membantu dalam menyelenggarakan konferensi pertama tentang klasifikasi
diagnosa keperawatan di Amerika.
Pada
tahun 1982, terbentuk North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) yang setiap dua tahun mengadakan konferensi tentang klasifikasi
diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1997).
Pada
saat ini proses keperawatan telah berkembang dan diterapkan di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti rumah sakit,
klinik-klinik, Puskesmas, perawatan keluarga, perawatan kesehatan
masyarakat, dan perawatan pada kelompok khusus. Namun secara umum
penerapan proses keperawatan belum optimal dan belum menggambarkan
pemecahan masalah secara ilmiah oleh perawat, karena pada dasarnya hal
ini tidak terlepas dari sumber daya keperawatan yang ada dan dukungan
institusi.
BAB II
LANGKAH-LANGKAH PROSES KEPERAWATAN
A. TAHAPAN PENGKAJIAN
Pengkajian
merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Tahap
pengkajian merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap,
akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan
suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan respon individu.
Data Dasar
adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien,
kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan
hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Data Fokus
adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap
kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan
yang dilaksanakan terhadap klien.
Fokus
Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan tidak sama dengan
pengkajian medis. Pengkajian medis difokuskan pada keadaan patologis,
sedangkan pengkajian keperawatan ditujukan pada respon klien terhadap
masalah-masalah kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
dasar manusia. Misalnya dapatkah klien melakukan aktivitas sehari-hari,
sehingga fokus pengkajian klien adalah respon klien yang nyata maupun
potensial terhadap masalah-masalah aktifitas harian.
Pulta
(Pengumpulan Data) Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi
tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan
masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan
klien.
Pengumpulan
informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi
yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang
dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk
menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta
tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.
Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment), irawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment).
1. Tujuan Pengumpulan Data
a. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien.
b. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien.
c. Untuk menilai keadaan kesehatan klien.
d. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah berikutnya.
2. Tipe Data :
a. Data Subjektif
Data
Subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa
ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang
status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan,
kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu.
b. Data Objektif
Data
Objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan
fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat
badan, tingkat kesadaran.
3. Karakteristik Data
a. Lengkap
Data
yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang
adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus
mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan
hal-hal sebagai berikut: apakan tidak mau makan karena tidak ada nafsu
makan atau disengaja? Apakah karena adanya perubahan pola makan atau
hal-hal yang patologis? Bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan.
b. Akurat dan Nyata
Untuk
menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat dan
nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat,
diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap
semua data yang mungkin meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas
atau kurang mengerti terhadap data yang telah dikumpulkan, maka perawat
harus berkonsultasi dengan perawat yang lebih mengerti. Misalnya, pada
observasi : “klien selalu diam dan sering menutup mukanya dengan kedua
tangannya.
Perawat
berusaha mengajak klien berkomunikasi, tetapi klien selalu diam dan
tidak menjawab pertanyaan perawat. Selama sehari klien tidak mau makan
makanan yang diberikan”, jika keadaan klien tersebut ditulis oleh
perawat bahwa klien depresi berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari
perilaku klien dan bukan data yang aktual. Diperlukan penyelidikan
lebih lanjut untuk menetapkan kondisi klien. Dokumentasikan apa adanya
sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian.
c. Relevan
Pencatatan
data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang
harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi.
Kondisi seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif
tapi singkat dan jelas. Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan
masalah klien, yang merupakan data fokus terhadap masalah klien dan
sesuai dengan situasi khusus.
4. Sumber Data:
a. Sumber data primer
Klien adalah sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien.
b. Sumber data sekunder
Orang
terdekat, informasi dapat diperoleh melalui orang tua, suami atau
istri, anak, teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan
dalam berkomunikasi atau kesadaran yang menurun, misalnya klien bayi
atau anak-anak, atau klien dalam kondisi tidak sadar.
c. Sumber data lainnya
1) Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya. Catatan kesehatan terdahulu dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat mendukung rencana tindakan perawatan.
2) Riwayat penyakit Pemeriksaan
fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat penyakit yang
diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang
difokuskan pada identifikasi patologis dan untuk menentukan rencana
tindakan medis.
3) Konsultasi Kadang
terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim kesehatan spesialis,
khususnya dalam menentukan diagnosa medis atau dalam merencanakan dan
melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu
menegakkan diagnosa.
4) Hasil pemeriksaan diagnostic Seperti
hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik, dapat digunakan
perawat sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan masalah
kesehatan klien. Hasil pemeriksaan diagnostik dapat digunakan membantu
mengevaluasi keberhasilan dari tindakan keperawatan.
5) Perawat lain Jika
klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka perawat
harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat klien
sebelumnya. Hal ini untuk kelanjutan tindakan keperawatan yang telah
diberikan.
6) Kepustakaan. Untuk
mendapatkan data dasar klien yang komprehensif, perawat dapat membaca
literatur yang berhubungan dengan masalah klien. Memperoleh literatur
sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar
dan tepat.
5. Metoda Pengumpulan Data
a. Wawancara
b. Observasi
c. Pemeriksaan fisik
d. Studi Dokumentasi
B. TAHAPAN DIAGNOSA
Pada
tahun 1953, istilah diagnosa keperawatan diperkenalkan oleh V. Fry
dengan menguraikan langkah yang diperlukan dalam mengembangkan rencana
asuhan keperawatan.
Menurut
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (1990, dalam
Carpenito, 1997) diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah
kesehatan/ proses kehidupan yang aktual atau risiko.
Diagnosa
keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk mencapai
hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Adapun persyaratan dari
diagnosa keperawatan adalah perumusan harus jelas dan singkat dari
respons klien terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik dan
akurat, memberikan arahan pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan
oleh perawat dan mencerminkan keadaan kesehatan klien.
1. Tipe Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah struktur dan proses. Struktur diagnosa keperawatan komponennya tergantung pada tipenya, antara lain:
2. Diagnosa Keperawatan Aktual (Actual Nursing Diagnoses).
Diagnosa
keperawatan aktual menyajikan keadaan yang secara klinis telah
divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang dapat
diidentifikasi. Tipe dari diagnosa keperawatan ini mempunyai empat
komponen yaitu label, definisi, batasan karakteristik, dan faktor-faktor
yang berhubungan (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito, 1997).
3. Diagnosa Keperawatan Risiko dan Risiko Tinggi (Risk and High-Risk Nursing Diagnoses).
Dianosa
Keperawatan Risiko dan Risiko Tinggi adalah keputusan klinis bahwa
individu, keluarga dan masyarakat sangat rentan untuk mengalami masalah
bila tidak diantisipasi oleh tenaga keperawatan, dibanding yang lain
pada situasi yang sama atau hampir sama (Craven & Hirnle, 2000;
Carpenito, 1997).
4. Diagnosa Keperawatan Kemungkinan (Possible Nursing Diagnoses).
Diagnosa Keperawatan Kemungkinan adalah
pernyataan tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan data
tambahan. Namun banyak perawat-perawat telah diperkenalkan untuk
menghindari sesuatu yang bersifat sementara dan NANDA tidak mengeluarkan
diagnosa keperawatan untuk jenis ini (Craven & Hirnle, 2000;
Carpenito, 1997).
5. Diagnosa Keperawatan Sejahtera (Wellness Nursing Diagnoses).
Diagnosa
Keperawatan Sejahtera adalah ketentuan klinis mengenai individu,
keluarga dan masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus
ketingkat kesehatan yang lebih baik. Pernyataan diagnostik untuk
diagnosa keperawatan sejahtera merupakan bagian dari pernyataan yang
berisikan hanya sebuah label. Label ini dimulai dengan “Potensial
terhadap peningkatan, diikuti tingkat sejahtera yang lebih tinggi yang
dikehendaki oleh individu atau keluarga, misal “Potensial terhadap
peningkatan proses keluarga” (Craven & Hirnle, 2000; Carpenito,
1997).
6. Diagnosa Keperawatan Sindroma
(Syndrome Nursing Diagnoses),
terdiri dari sekelompok diagnosa keperawatan aktual atau risiko tinggi
yang diduga akan tampak karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
NANDA telah menyetujui dua diagnosa keperawatan sindrom yaitu “Sindrom
trauma perkosaan” dan “Risiko terhadap sindrom disuse” (Carpenito,
1997).
7. Komponen Rumusan Diagnosa Keperawatan.
Secara
umum diagnosa keperawatan yang lazim dipergunakan oleh perawat di
Indonesia adalah diagnosa keperawatan aktual dan diagnosa keperawatan
risiko atau risiko tinggi yang dalam perumusannya menggunakan tiga
komponen utama dengan merujuk pada hasil analisa data, meliputi: problem
(masalah), etiologi (penyebab), dan sign/symptom (tanda/ gejala).
8. Problem (masalah).
Problem
adalah gambaran keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat
diberikan karena adanya kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan
normal yang seharusnya tidak terjadi. Etiologi (penyebab), adalah keadaan yang menunjukkan penyebab terjadinya problem (masalah). Sign/symptom (tanda/ gejala), adalah ciri, tanda atau gejala relevan yang muncul sebagai akibat adanya masalah.
Dalam
perumusannya sebuah diagnosa keperawatan dapat menggunakan 3 komponen
atau 2 komponen yang sangat tergantung kepada tipe dari diagnosa
keperawatan itu sendiri. Secara singkat rumusan diagnosa keperawatan
dapat disajikan dalam rumus sebagai berikut:
1. Diagnosa keperawatan aktual:
Contoh:
Nyeri kepala akut (Problem) berhubungan dengan peningkatan tekanan dan
iritasi vaskuler serebral (Etiologi) ditandai oleh, mengeluh nyeri
kepala, sulit beristirahat, skala nyeri: 8, wajah tampak menahan nyeri,
klien gelisah, keadaan umum lemah, adanya luka robek akibat trauma pada
kepala bagian atas, nadi: 90 X/ m (Sign/Simptom).
2. Diagnosa keperawatan risiko/ risiko tinggi:
Contoh: Risiko infeksi (Problem) berhubungan dengan adanya luka trauma jaringan (Etiologi) Pada
diagnosa risiko, tanda/gejala sering tidak dijumpai hal ini disebabkan
kerena masalah belum terjadi, tetapi mempunyai risiko untuk terjadi
apabila tidak mendapatkan intervensi atau pencegahan dini yang dilakukan
oleh perawat.
3. Persyaratan Diagnosa Keperawatan.
Persyaratan diagnosa keperawatan, meliputi:
a) Perumusan harus jelas dan singkat berdasarkan respon klien terhadap Situasi atau keadaan kesehatan yang sedang dihadapi.
b) Spesifik dan akurat.
c) Merupakan pernyataan dari: P(Problem)+ E (Etiologi)+(Sign/Simptom) atau P (Problem) + E (Etiologi).
d) Memberikan arahan pada rencana asuhan keperawatan.
e) Dapat dilaksanakan intervensi keperawatan oleh perawat.
4. Prioritas Diagnosa Keperawatan.
Menyusun prioritas sebuah diagnosa keperawatan hendaknya diurutkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan utama klien.
5. Berdasarkan tingkat Kegawatan
Keadaan
yang mengancam kehidupan. Keadaan yang tidak gawat dan tidak mengancam
kehidupan. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.
6. Berdasarkan Kebutuhan Maslow
Berdasarkan Kebutuhan Maslow yaitu
Kebutuhan fisiologis,kebutuhan keamanan dan keselamatan,kebutuhan
mencintai dan dicintai,kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi
diri.
7. Perbedaan Diagnosa Keperawatan Dengan Diagnosa Medis.
Beberapa perbedaan antara diagnosa keperawatan dengan diagnosa medis dibawah ini:
a) Diagnosa keperawatan :
Berfokus pada respons atau reaksi klien terhadap penyakitnya.
Berorientasi pada kebutuhan individu, bio-psiko-sosio-spiritual.
Berubah sesuai dengan perubahan respons klien.
Mengarah kepada fungsi mandiri perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi.
Berorientasi pada kebutuhan individu, bio-psiko-sosio-spiritual.
Berubah sesuai dengan perubahan respons klien.
Mengarah kepada fungsi mandiri perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi.
b) Diagnosa Medis :
Berfokus
pada faktor-faktor yang bersifat pengobatan dan penyembuhan penyakit.
Berorientasi kepada keadaan patologis dan cenderung tetap, mulai dari
sakit sampai sembuh. mengarah kepada tindakan medik yang sebahagian
besar dikolaborasikan kepada perawat.
Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).
Ukuran
intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan
untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan
yang muncul dikemudian hari.
Untuk
kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan
dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat
kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
(Kozier et al., 1995).
Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
2. Melibatkan
klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki, penyakitnya,
hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian terhadap
penyakit dan intervensi.
3. Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
4. Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya peningkatan kesehatan.
5. Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannnya.
6. Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,. 1995) adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan respons klien.
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan.
5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi keperawatan.
6. Harus
dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya
meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care).
7. Menekankan
pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan. Dapat
menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
8. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
9. Bersifat holistik.
10. Kerjasama dengan profesi lain.
11. Melakukan dokumentasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:
1. Cognitive
implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan tingkat
pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi
untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik,
mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga,
serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
2. Interpersonal
implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan
pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal
personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual,
bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.
3. Technical
implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit,
melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data
dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan
tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
Sedangkan
dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya
sesuai dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi keperawatan.
Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan,
antara lain:
1. Independent
implementations, adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan
kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living
(ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan
kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan alat invasive yang
dipergunakan klien, melakukan dokumentasi, dan lain-lain.
2. Interdependen/
Collaborative implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar
kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya,
seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi,
infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan
dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam pemberian obat injeksi,
jenis obat, dosis, dan efek samping merupakan tanggungjawab dokter
tetapi benar obat, ketepatan jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian,
ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien, serta respon klien
setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian
perawat.
3. Dependent
implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari
profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan
sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai
dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi
fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah:
1. Pada tahap persiapan.
a. Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri.
b. Memahami rencana keperawatan secara baik.
c. Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
d. Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
e. Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
f. Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
g. Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.
h. Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.
i. Penampilan perawat harus menyakinkan.
2. Pada Penata Laksanaan
a. Mengkomunikasikan/ menginformasikan kepada klien tentang keputusan tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap penjelasan yang telah diberikan oleh perawat.
c. Menerapkan
pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia dan kemampuan
teknis keperawatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
d. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi
klien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi
klien, respon klien terhadap tindakan yang telah diberikan.
3. Pada Tahap Terminasi
a. Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
b. Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
c. Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi.
d. Lakukan pendokumentasian.
C. TAHAPAN PERENCANAAN
Langkah
ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan. Menurut Kozier et
al. (1995) perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara
mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi
kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah.
Dalam
perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil
pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan
petunjuk dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah,
menurunkan, atau mengeliminasi masalah kesehatan klien.
Langkah-langkah
dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi: penetapan prioritas,
penetapan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, menentukan
intervensi keperawatan yang tepat dan pengembangan rencana asuhan
keperawatan. Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan secara spesifik,
perawat menggunakan kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan
prioritas diagnosa keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan
kebutuhan klien (Potter & Perry, 1997).
Penetapan
prioritas bertujuan untuk mengidentifikasi urutan intervensi
keperawatan yang sesuai dengan berbagai masalah klien (Carpenito, 1997).
Penetapan prioritas dilakukan karena tidak semua masalah dapat diatasi
dalam waktu yang bersamaan. Salah satu metode dalam menetapkan prioritas
dengan mempergunakan hirarki kebutuhan menurut Maslow. Prioritas dapat
diklasifikasi menjadi tiga tingkatan, antara lain high priority,
intermediate priority, dan low priority. Dalam menetapkan prioritas
perawat juga harus memperhatikan nilai dan kepercayaan klien terhadap
kesehatan, prioritas klien, sumber yang tersedia untuk klien dan
perawat, pentingnya masalah kesehatan yang dihadapi, dan rencana
pengobatan medis.
Diagnosa
keperawatan klien dan penetapan prioritas membantu dalam menentukan
tujuan keperawatan. Tujuan adalah petunjuk untuk menyeleksi intervensi
keperawatan dan kriteria hasil dalam mengevaluasi intervensi yang telah
diberikan (McCloskey & Bulechek, 1994, dalam Potter & Perry,
1997). Evaluasi kritis perawat dalam menetapkan tujuan dan ukuran hasil
yang diharapkan ditekankan pada diagnosa, masalah yang mendesak, dan
sumber-sumber klien serta sistem pelayanan keperawatan (Bandman &
Bandman, 1995, dalam Potter & Perry, 1997).
Tujuan penulisan rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil yang diharapkan adalah:
1. Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan merupakan petunjuk untuk intervensi keperawatan pada individu.
2. Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan menentukan efektivitas dari intervensi keperawatan.
Dalam penulisan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan terdapat beberapa petunjuk, antara lain:
1. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan,
2. Merupakan hasil akhir yang ingin dicapai.
3. Mencakup kriteria hasil yang merupakan dasar untuk melakukan evaluasi.
4. Berpusat pada klien.
5. Terlihat/ dapat diamati.
6. Dapat diukur.
7. Adanya batasan waktu.
8. Realistik.
Strategi
intervensi keperawatan berhubungan dengan diagnosa keperawatan spesifik
yang ditetapkan perawat untuk mencapai tujuan perawatan klien dan
kriteria hasil. Intervensi keperawatan yang spesifik harus berfokus
dalam mengeliminasi atau menurunkan etiologi (penyebab) dari diagnosa
keperawatan, dan sesuai dengan pernyataan tujuan serta kriteria hasil.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan rencana intervensi
keperawatan adalah:
a) Mengidentifikasi alternatif tindakan.
b) Menetapkan dan menguasai teknik serta prosedur keperawatan yang akan dilakukan.
c) Melibatkan klien dan keluarganya.
d) Melibatkan anggota tim kesehatan lainnya.
e) Mengetahui latar belakang budaya dan agama klien.
f) Mempertimbangkan lingkungan, sumber, dan fasilitas yang tersedia.
g) Memperhatikan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku. Harus dapat menjamin rasa aman klien.
h) Mengarah pada tujuan dan kriteria hasil yang akan dicapai.
i) Bersifat realistik dan rasional.
j) Rencana tindakan disusun secara berurutan sesuai prioritas.
Demikian
juga dalam tehnik penulisan rencana intervensi keperawatan, ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:
1. Kalimat
yang ditulis harus berupa kalimat instruksi, berfungsi untuk
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan. Instruksi dibuat secara
ringkas, tegas, tepat dan kalimat mudah dimengerti.
2. Dapat
dijadikan alat komunikasi antar anggota keperawatan/ tim kesehatan lain
untuk kesinambungan asuhan keperawatan yang akdiberikan kepada klien.
3. Memuat informasi yang selalu baru.
4. Didokumentasikan
pada tempat/ kolom yang ditentukan sebagai pertanggung-jawaban dan
pertanggunggugatan perawat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien.
Dalam
pelaksanaan rencana keperawatan perawat memakai format yang didalamnya
terdapat beberapa kolom. Kolom-kolom tersebut terdiri dari kolom
diagnosa keperawatan, kolom tujuan dan kriteria hasil, dan kolom rencana
intervensi keperawatan beserta rasionalnya.
Pada
tahap ini, dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang
telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara
optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
1. JENIS TINDAKAN
a. Secara
mandiri (independen) : adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi
reaksi karena adanya stressor (penyait), misalnya :
1) Membantu klien dalam melakuan kegiatan sehari-hari
2) Memberikan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus
3) Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar
4) Menciptakan lingungan terapeutik
b. Saling
ketergantungan (interdependent/kolaborasi) : adalah tindakan
keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawatan atau dengan tim
kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analis kesehatan dan
sebagainya, misalnya dalam hal :
1) Pemberian obat-obatan sesuai dengan instruksi dokter
2) Pemberian infus
c. Rujukan/ketergantungan
(dependen) : adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari
profesi lain, diantaranya dokter, psikolog, psikiater, ahli gizi,
fisioterapi, dan sebagainya, misalnya :
1) Pemberian makan pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi
2) Latihan fisik – ahli fisioterapi
2. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Mempertahankan daya tahan tubuh
b. Mencegah komplikasi
c. Menemukan perubahan sistem tubuh
d. Memantapkan hubungan klien dengan lingungan
e. Implementasi pesan dokter
f. Mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.
3. PRINSIP-PRINSIP INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Berdasarkan kepada respon klien
b. Berdasarkan penggunaan sumber yang tersedia
c. Meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri dan self reliance
d. Sesuai dengan standart praktik keperawatan
e. Memiliki dasar hukum
f. Sesuai dengan tanggung jawab praktek keperawatan
g. Kerjasama dengan profesi lain
h. Penekanan pada aspek pencegahan dan peningkatan kesehatan
i. Menerapkan metode keperawatan yang paling efektif
j. Mempertimbangkan kebutuhan kesehatan yang esensial
k. Memperhatikan faktor perubahan lingkungan
l. Meningkatkan peran serta klien dalam asuhan keperawatan klien.
4. PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Langsung :ditangani sendiri oleh perawat yang menemukan masalah kesehatan klien
b. Delegasi :diserahkan kepada orang lain atau perawat lain yang dapat dipercaya untuk melakukan tindakan keperawatan klien.
5. PERTIMBANGAN TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Individualitas klien
b. Melibatkan klien dalam intervensi
c. Pencegahan komplikasi
d. Mempertahanan kondisi tubuh sebagai upaya peningkatan kesehatan
e. Rasa aman bagi klien
f. Penampilan perawat yang bijaksana
6. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tinjau ulang data dan pembaruan data
b. Revisi rencana keperawatan sebagai respon terhadap perubahan respon klien terhadap masalah kesehatan
c. Menentukan kebutuhan dan bantuan keperawatan klien
d. Implementasi tindakan
e. Mempelajari respon klien
f. Komunikasi.
7. DASAR STRATEGI DALAM MELAKSANAKAN TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Proses belajar mengajar berkaitan dengan pendidikan kesehatan
b. Komunikasi dua arah antara perawat dan klien
c. Ketrampilan psikomotorik perawat dalam membantu memenuhi kebutuhan klien
d. Kerjasama diantara perawat dan profesi kesehatan lainnya
e. Kepemimpinan keperawatan dalam menglola asuhan keperawatan
8. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
a. Tahap Persiapan :
1) Memahami rencana keperawatan
2) Memanfaatkan kemampuan dalam melaksanakan tindakan keperawatan
3) Menguasai ketrampilan teknis keperawatan
4) Mengetahui sumber daya yang diperlukan
5) Memahami aspek hukum dan kode etik yang berlaku dalam bidang keperawatan
6) Mengetahui efek samping dan komplikasi yang mungkin timbul
7) Mengetahui standart praktik keperawatan untuk menguur keberhasilan
8) Penampilan perawat dalam melaksanaan tindakan keperawatan harus meyakinkan
b. Tahap Pelaksanaan :
1) Keselamatan klien
2) Keamanan dan kenyamanan klien
3) Pencegahan komplikasi.
D. TAHAP IMPLEMENTASI
Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).
Ukuran
intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan
untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan
yang muncul dikemudian hari.
Untuk
kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan
dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat
kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
(Kozier et al., 1995).
Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
2. Melibatkan
klien dengan mempertimbangkan energi yang dimiliki, penyakitnya,
hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-kultural, pengertian terhadap
penyakit dan intervensi.
3. Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
4. Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya peningkatan kesehatan.
5. Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannnya.
6. Penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,. 1995) adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan respons klien.
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan.
5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi keperawatan.
6. Harus
dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya
meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care).
7. Menekankan
pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan. Dapat
menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.
8. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
9. Bersifat holistik.
10. Kerjasama dengan profesi lain.
11. Melakukan dokumentasi.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:
1. Cognitive
implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan tingkat
pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi
untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik,
mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga,
serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
2. Interpersonal
implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan
pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal
personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual,
bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.
3. Technical
implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit,
melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data
dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan
tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
Sedangkan
dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya
sesuai dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi keperawatan.
Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan,
antara lain:
1. Independent
implementations, adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh
perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan
kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living
(ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan
kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan alat invasive yang
dipergunakan klien, melakukan dokumentasi, dan lain-lain.
2. Interdependen/
Collaborative implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar
kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya,
seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi,
infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan
dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam pemberian obat injeksi,
jenis obat, dosis, dan efek samping merupakan tanggungjawab dokter
tetapi benar obat, ketepatan jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian,
ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien, serta respon klien
setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian
perawat.
3. Dependent
implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari
profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan
sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai
dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi
fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah:
1. Pada tahap persiapan.
a. Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri.
b. Memahami rencana keperawatan secara baik.
c. Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
d. Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
e. Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
f. Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
g. Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.
h. Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.
i. Penampilan perawat harus menyakinkan.
2. Pada tahap pelaksanaan.
a. Mengkomunikasikan/ menginformasikan kepada klien tentang keputusan tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap penjelasan yang telah diberikan oleh perawat.
c. Menerapkan
pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia dan kemampuan
teknis keperawatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
d. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi
klien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi
klien, respon klien terhadap tindakan yang telah diberikan.
3. Pada tahap terminasi.
a. erus memperhatikan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
b. Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
c. Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi.
d. Lakukan pendokumentasian.
E. TAHAP EVALUASI
Meskipun
proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung
terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan (Alfaro-LeFevre,
1998). Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.
Menurut Craven dan Hirnle (2000)
evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan
dengan respon prilaku klien yang tampil.
Tujuan dari evaluasi antara lain:
1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Mendapatkan umpan balik.
5. Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Perawat
menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif atau tidaknya
pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal tersebut
dalam melakukan evaluasi seorang perawat harus mempunyai pengetahuan
tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan konsep model
teori keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
3. Mengukur pencapaian tujuan.
4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan.
5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
Menurut
Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven &
Hirnle, 2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur.
Evaluasi
struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan
perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan
administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan
dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses.
Evaluasi
proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai
wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup
jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik,
validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal
perawat.
3. Evaluasi hasil.
Evaluasi
hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
a. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c. Masalah
tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.
Untuk
penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan
yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objective adalah
informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran
yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah
membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan
dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
F. PENDOKUMENTASIAN PROSES KEPERAWATAN
1. Teknik Dokumentasi
Teknik
dokumentasi keperawatan merupakan cara menggunakan dokumentasi
keperawatan dalam penerapan proses keperawatan. Ada tiga teknik
dokumentasi yang sering digunakan:
a. SOR (Source Oriented Record)
Adalah tehnik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan. Dalam melksanakan tindakan mereka tidak tergantung dengan tim lainnya. Catatan ini cocok untuk pasien rawat inap.
b. Kardex
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data penting tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi klien yang digunakan pada pasien rawat jalan.
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data penting tentang klien dengan menggunakan ringkasan problem dan terapi klien yang digunakan pada pasien rawat jalan.
c. POR (Problem Oriented Record)
POR
merupakan teknik efektif untuk mendokumentasikan system pelayanan
keperawatan yang berorientasi pada masalah klien. Teknik ini dapat
digunakan untuk mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah,
mengarahkan ide pemikiran anggota tim mengenai problem klien secara
jelas.
Sistem POR ini mempunyai 4 komponen:
1. Data dasar
2. Daftar masalah
3. Rencana awal
4. Catatan perkembangan
2. Format Dokumentasi
Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:
a. Format naratif
Merupakan format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam bentuk narasi.
b. Format Soapier
Format
inib dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada masalah
(problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di
identifikasi oleh semua anggota tim perawat.
Format soapier terdiri dari:
Ø S = Data Subjektif
Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh pasien
Ø O = Data Objektif
Tanda-tanda
klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan meliputi
data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat
diperoleh melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diagnostic laboratorium.
Ø A = Pengkajian (Assesment)
Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
Ø P = Perencanaan
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.
Ø I = Intervensi
Tindakan yang dilakukan oleh perawat
Ø E = Evaluasi
Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan
Ø R = Revisi
Data
pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien
terhadap tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan
revisi atau modifikasi rencana asuhan kepeawatan.
c. Format fokus/DAR
Semua
masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat
pada rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi : masalah pasien
(data), tindakan (action) dan respon (R)
d. Format DAE
Merupakan
system dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana
setiap diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan,
terkait pada rencana keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap
catatan perawat dengan suau diagnose keperawatan.
e. Catatan perkembangan ringkas
Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
Ø Adanya perubahan kondisi pasien
Ø Berkembangnya masalah baru
Ø Pemecahan masalah lama
Ø Respon pasien terhadap tindakan
Ø Kesediaan pasien terhadap tindakan
Ø Kesediaan pasien untuk belajar
Ø Perubahan rencana keperawatan
Ø Adanya abnormalitas atau kejadian ayng tidak diharapkan
Pendapat
Aziz Alimul (2001) diatas juga mempunyai kesamaan dengan apa yang
dikemukakan oleh Nursalam (2001) yang mengatakan bahwa ada 6 (enam)
bentuk model dokumentasi keperawatan yang masing-masing model tersebut
juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Enam model pendokumentasian tersebut adalah sebagai berikut :
a. SOR (Source Oriented Record)
Model
ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang
mengelola pencatatan. Catatan berorientasi pada sumber yang terdiri dari
5 komponen:
Ø Lembar penerimaan berisi biodata
Ø Lembar order dokter
Ø Lembar riwayat medic
Ø Catatan perawat
Ø Laporan khusus
b. POR (Problem Oriented Record)
Model
ini memusatkan data tentang klien disusun menurut masalah klien. System
ini mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan oleh
perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya terdiri dari 4 komponen:
Ø Data dasar
Ø Daftar masalah
Ø Perencanaan awal
Ø Catatan perkembangan (progress note)
c. Progress Oriented Record (Catatan Berorientasi pada perkembangan kemajuan)
Tiga
jenis catatan perkembangan: Catatan perawata (nursing note) Lembar alur
(floe sheet), Catatan pemulangan dan Ringkasan Rujukan (Discharge
Summary)
d. CBE (Charting by Exception)
CBE
(Charting by Exception) Adalah system dokumentasi yang hanya mencatat
secara naratif dan hasil penemuan yang menyimpang dari keadaan normal
(standar dari praktik keperawatan).
e. PIE
(Problem Intervention and Evaluation)Adalah pencatatan dengan
pendekatan orientasi proses dengan penekanan pada proses keperawatan dan
diagnose keperawatan.
f. FOCUS
Biasa juga disebut dengan format DAR (Data, Action, Respons)
Suatu proses pencatan terfokus pada klien. Digunakan untuk mengorganisir dikumentasi asuhan keperawatan dimana: Data berisi data subjektif dan objektif serta data focus Action : tindakan yang akan dikaukan Respons : keadaan respon yang akan dilakukan
Biasa juga disebut dengan format DAR (Data, Action, Respons)
Suatu proses pencatan terfokus pada klien. Digunakan untuk mengorganisir dikumentasi asuhan keperawatan dimana: Data berisi data subjektif dan objektif serta data focus Action : tindakan yang akan dikaukan Respons : keadaan respon yang akan dilakukan
BAB III
PENUTUP
Proses
keperawatan merupakan suatu kegiatan yang terorganisir dengan
menggunakan metode yang sistematis dalam memberikan ASKEP kepada
individu,kelompok,keluarga dan masyarakat terhadap masalah kesehatan
yang dialami.
Proses
keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu: Pengkajian, Diognasa,
Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Tahap-tahap dalam proses
keperawatan saling berkesinambungan dan tidak dapat di pisahkan satu
sama lain.
A. Saran
1) Perawat
harus memiliki kemampuan professional dalam melaksanakan
pengkajian,karena pengkajian data merupakan dasar utama dari pelaksanaan
proses keperawatan.
2) Pengkajian keperawatan harus dilakukan secara sistematis untuk memperoleh data akurat.
3) Dalam menentukan diagnose harus disesuaikan dengan kebutuhan klien.
4) Data yang diperoleh harus akurat dan bukan kesimpulan peraat.
5) Perawat tidak boleh langsung membuat keputusan tentang kondisi klien.
REFERENSI
1. Buku ajar Fundamental Keperawatan
ü POTTER and PERRY (2005)
ü BARBARA KOZIER (2005)
2. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan
ü AZIZ ALIMUL
- http://nursingbegin.com/pengkajian-keperawatan/
- http://syehaceh.wordpress.com/2010/03/09/tahap-pengkajian/
- http://syehaceh.wordpress.com/2010/03/09/tahap-pengkajian/
- http://syamslaluceria27.blogspot.com/2011/01/tahap-diagnosa-keperawatan.html
- ://syehaceh.wordpress.com/2010/03/09/tahap-perencanaan-keperawatan/
- Chase, S. (1994). Clinical Judgement by critical care nurse: An ethnographic study. In R. M. Carroll-Johnson 7 Pacquette (Eds), Classification of nursing diagnosis: Proceedingof the ninth conference, North American Nursing Diagnosis Association (pp. 367-368). Philadelphia: J.B. Lippincott.
- Lunney; M. (1992). Divergent productie thinking factors and accuracy of nursing diagnoses. Research in Nursing and Health, 15(4), 303-312.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar